Rabu, 09 Oktober 2013

IMAN KEPADA KITAB-KITAB ALLAH

IMAN KEPADA KITAB-KITAB ALLAH
A.    DALIL TENTANGNDITURUNKANNYA  EMPAT KITAB- KITAB ALLAH
B.    PENGERTIAN IMAN KEPADA KITAB-KITAB ALLAH
C.    MACAM-MACAM KITAB ALLAH DAN KANDUNGANNYA
D.    PERBEDAAN ANTARA KITAB DAN SUHUF
E.     KEISTIMEWAAN AL-QUR’AN
F.     HIKMAH DITURUNKANNYA AL-QUR’AN SECARA BERANGSUR-ANGSUR
G.    RENTANG WAKTU DITURUNKANNYA AL-QUR’AN
H.    ISI KANDUNGAN AL-QUR’AN
A.   DALIL TENTANG DITURUNKANNYA AL-QUR’AN SECARA BERANGSUR-ANGSUR
qKitab Taurat
  “Sesungguhnya kami telah menurunkan kitab Taurat, di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi), yang dengan kitab itu Nabi-nabi yang menyerahkan diri kepada Allah memutuskan perkara orang-orang Yahudi, oleh orang-orang alim mereka dan pendeta-pendeta mereka,disebabkan mereka diperintahkan memelihara kitab-kitab Allah dan mereka menjadi saksi terhadapnya” (Q.S. Al-Maidah ayat 44)
Kitab Zabur
Dan telah Kami berikan Zabur kepada Nabi Daud.” (Q.S. Al-Isra’ ayat 55)

Kitab Injil
Dan Kami iringkan jejak mereka (nabi-nabi Bani Israil) dengan Isa putra maryam, membenarkan kitab yang sebelumnya, yaitu Taurat. Dan kami telah memberikan kepadanya kitab Injil, sedang didalamnya (terdapat) petunjuk dan cahaya (yang menerangi).” (Q.S. Al-Maidah ayat 46 )

Kitab Al-Qur’an
“ Sungguh Kamilah  yang menurunkan Az-Zikr (Al-Qur’an), dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” ( Q.S. Al-Hijr ayat 9 )

B. PENGERTIAN IMAN KEPADA KITAB-KITAB ALLAH
Iman kepada kitab-kitab Allah berarti meyakini bahwa Allah sejak zaman Nabi Adam telah menurunkan ajaran berupa perintah dan larangan melalui kitab-kitab-Nya.

C. MACAM-MACAM KITAB ALLAH DAN KANDUNGANNYA
TAURAT (NABI MUSA AS )
INJIL (NABI ISA AS)
ZABUR (NABI DAUD AS)
AL-QUR’AN (NABI MUHAMMAD SAW)
  Isi / kandungannya :
Semua kitab Allah berisikan empat pokok ajaran :
1.    Akidah (Pokok Keimanan)
2.   Syariah (Praktik-praktik ibadah)
3.   Muamalah (Akhlah atau perilaku baik)
4.   Informasi tentang pahala dan siksa; tentang surga dan neraka
d.   Perbedaan antara kitab dan suhuf
Secara bahasa, kitab berarti buku dan suhuf artinya lembaran. Kitab adalah kumpulan atau catatan-catatan yang berisikan ajaran Allah yang telah dibukukan, sedangkan suhuf berisikan perintah atau larangan yang berbentuk lembaran-lembaran
e.    Keistimewaan al-qur’an
Al-Qur’an terpelihara kemurnian dan keutuhannya
Al-Qur’an disampaikan dengan gaya bahasa dan susunan kata yang indah
Membaca Al-Qur’an dikategorikan ibadah dan mendapat pahala
Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi umat manusia sepanjang masa
Al-Qur’an membenarkan dan menyempurnakan kitab-kitab sebelumnya
f.   Hikmah diturunkannya al-qur’an secara berangsur-angsur
Al-Qur’an diturunkan secara berangsur-angsur untuk memudahkan Nabi Muhammad SAW dalam menyampaikan atau mengajarkan kepada umatnya dan supaya mereka mudah mengamalkannya.
g.    Rentang waktu diturunkannya al-qur’an
  Al-Qur’an diturunkan pertama kali pada tanggal 17 Ramadhan tahun ke-40, bertepatan dengan tanggal 6 Agustus tahun 610 Masehi. Wahyu pertama yaitu S. Al-Alaq ayat 1-5 diturunkan ketika Nabi Muhammad SAW sedang berkhalwat di Gua Hira, Jabal Nur, suatu tempat yang tidak jauh dari kota mekah. Adapun wahyu terakhir S. Al-maidah ayat 3 diturunkan saat Nabi melaksanakan Haji Wada (Haji Perpisahan) menjelang wafat. Dengan demikian, rentang waktu diturunkannya Al-Qur’an sekitar 22 tahun 2 bulan dan 22 hari. Adapun secara keseluruhan Al-Qur’an terdiri atas 30 juz, 114 Surah, 6.666 Ayat, 74.437 kalimat, dan 325.354 huruf
h.   Isi kandungan al-qur’an
qAkidah (keimanan)
qAkhlak (Budi pekerti/moral)
qJanji dan Ancaman
qKejadian-kejadian yang akan datang
qIbadah
qTarikh (Sejarah)
qIlmu Pengetahuan
Renungkanlah !!!!!!!!
Secara garis besar, ajaran kitab-kitab suci yang diturunkan oleh Allah adalah sama; yaitu untuk menyembah-Nya. Dengan demikian, Tuhan yahudi, orang Nasrani, dan orang Islam adalah sama, yaitu Allah. Yang berbeda hanyalah bagaimana cara menyembah dan menyifati-Nya.
  Namun, mengapa agama islam lebih baik?
  Agama Islam lebih baik dari agama-agama lain (Yahudi dan nasrani) karena ajaran agama Islam mencakup semua hal yang ada pada kitab-kitab sebelumnya. Ajaran agama Islam lebih sempurna karena diturunkan setelah ajaran-ajaran lainnya. Dan setelahnya, Allah tidak menurunkan kitab baru atau Nabi baru. Jadi, walaupun Tuhannya (sama) Allah , ajaran agama Islam lebih lengkap, lebih detail, dan lebih sempurna, dan dengan demikian lebih baik dari agama-agama lainnya.

Jumat, 04 Oktober 2013

PENEMBAKAN MISTERIUS

A.Pengertian Penembakan Misterius (PETRUS)
Penembakan misterius atau sering disingkat Petrus (operasi clurit) adalah suatu operasi rahasia dari Pemerintahan Suharto pada tahun 1980-an untuk menanggulangi tingkat kejahatan yang begitu tinggi pada saat itu. Operasi ini secara umum adalah operasi penangkapan dan pembunuhan terhadap orang-orang yang dianggap mengganggu keamanan dan ketentraman masyarakat khususnya di Jakarta dan Jawa Tengah. Pelakunya tak jelas dan tak pernah tertangkap, karena itu muncul istilah "petrus", penembak misterius.
Petrus berawal dari operasi pe­nang­gulangan kejahatan di Jakarta. Pada tahun 1982, Soeharto memberikan peng­har­gaan kepada Kapolda Metro Jaya, Mayjen PolAnton Soedjarwo atas keber­ha­silan membongkar perampokan yang meresahkan masyarakat. Pada Maret tahun yang sama, di hadap­an Rapim ABRI, Soehar­to meminta polisi dan ABRI mengambil lang­kah pemberantasan yang efektif me­ne­kan angka kriminalitas. Hal yang sama diulangi Soeharto dalam pidatonya tanggal 16 Agustus 1982.
Permintaannya ini disambut oleh Pang­­­opkamtib Laksamana Soedomo da­lam rapat koordinasi dengan Pangdam Ja­ya, Kapolri, Kapolda Metro Jaya dan Wagub DKI Jakarta di Markas Kodam Metro Ja­ya tanggal 19 Januari 1983. Dalam rapat itu diputuskan untuk melakukan Operasi Clurit di Jakarta, langkah ini kemudian diikuti oleh kepolisian dan ABRI di ma­sing-masing kota dan provinsi lainnya.
B.    Latar Belakang Petrus
Pemberantasan Kejahatan (OM) yang kemudian dikenal sebagai penembak misterius (Petrus). Ketika melakukan aksinya tak jarang suara letusan senjata para penembak misterius terdengar oleh masyarakat sehingga suasana tambah mencekam. Mayat para korban penembakan atau pembunuhan misterius itu umunya mengalami luka di kepala serta leher dan dibuang di lokasi yang mudah ditemukan penduduk. Ketika ditemukan, mayat biasanya langsung dikerumuni penduduk dan menjadi head line media massa yang terbit di Yogyakarta.
Berita tentang terbunuh-nya para tokoh gali itu sontak menjadi heboh dan menjadi bahan pembicaraan di semua wilayah DIY hingga ke pelosok-pelosok kampung. Meskipun merupakan pembunuhan misterius, hampir semua penduduk Yogyakarta saat itu paham bahwa pelaku atau eksekutornya adalah aparat militer dan sasarannya adalah para gali terkenal. Disebut sebagai gali terkenal karena tokoh di dunia kejahatan itu secara terang-terangan menguasai satu lokasi, memungut uang dari lokasi yang menjadi kekuasaannya, bisa seenak hati menganiaya orang yang dianggap melawan, merampok atau melakukan kejahatan lainnya secara terang-terangan, dan kadang-kadang polisi setempat tidak berani bertindak karena pengaruh si tokoh gali demilcian besar. Terbunuhnya para tokoh gali secara misterius sebenarnya membuat warga senang tapi para gali yang hanya memakai status itu sebagai ajang gagah-gagahan menjadi sangat ketakutan.

Aparat keamanan di Yogyakarta memang mengakui bahwa pihaknya sedang melakukan OPK (Operasi Penumpasan Kejahatan) terhadap para gali, tapi siapa tim OPK yang menjalankan tugas tidak pernah diberi tahu dan hingga kini masih tetap misterius. Aparat militer di Yogyakarta saat itu terpaksa turun tangan untuk melakukan pembersihan mengingat tindak kejahatan para gali sudah keterlaluan bahkan masyarakat cenderung lebih takut terhadap para gali dibandingkan aparat kepolisian. Turunnya aparat militer dalam operasi OPK itu diakui sendiri oleh Letkol M. Hasbi yang saat itu menjabat sebagai komandan Kodim 0734 yang juga merangkap Kepala Staf Garnisun Yogyakarta.  Tim OPK melakukan briefing terlebih dahulu, menentukan sasaran yang akan ditahan, melaksanakan penyergapan pada saat yang paling tepat, saat korban berhasil ditemukan langsung ditembak mati atau dibawa ke suatu tempat dan dieksekusi. Mayat korban yang tewas biasanya langsung dimasukkan karung atau dilempar ke lokasi yang mudah ditemukan. Hari berikutnya tim OPK bisa dipastikan akan mengecek hasil operasinya lewat surat kabar yang terbit hari itu sambil memberikan penilaian terhadap kehebohan yang berlangsung di masyarakat.

Aksi OPK melalui modus Petrus itu dengan cepat menimbulkan ketegangan dan teror bagi para pelaku kejahatan secara nasional karena korban OPK di kota-kota lainnya juga mulai berjatuhan. OPK yang berlangsung secara rahasia itu secara psikologis justru merupakan tindakan menekan angka kriminalitas yang dilaksanakan terang-terangan. Pada tahun 1982 misalnya, Presiden Soeharto memberikan penghargaan kepada Kapolda Metro Jaya saat itu, Mayjen Pol Anton Soedjarwo atas keberhasilannya membongkar aksi perampokan yang meresahkan masyarakat. Selain mampu membongkar aksi perampokan, Anton Soedjarwo juga dinilai sukses dalam melancarkan aksi OPK.

Pada bulan Maret tahun yang sama pada acara khusus yang membahas masalah pertahanan dan keamanan, Rapim ABRI, Presiden Soeharto bahkan meminta kepada Polri (masih menjadi bagian dari ABRI) untuk mengambil langkah pemberantasan yang efektif dalam upaya menekan angka kriminalitas. Keseriusan Soeharto agar Polri/ ABRI menggencarkan operasi yang efektif untuk menekan angka kriminalitas bahkan kembali diulangi dalam pidato kenegaraan yang berlangsung pada 16 Agustus 1982. Karena permintaan atau perintah Soeharto disampaikan pada acara kenegaraan yang istimewa, sambutan yang dilaksanakan oleh petinggi aparat keamanan pun sangat serius. Permintaan Soeharto itu sontak disambut oleh Pangkopkamtib Laksamana Soedomo melalui rapat koordinasi bersama Pangdam Jaya, Kapolri, Kapolda Metro Jaya dan Wagub DKI Jakarta yang berlangsung di Markas Kodam Metro Jaya 19 Januari 1983. Dalam rapat yang membahas tentang keamanan di ibukota itu kemudian diputuskan untuk melaksanakan operasi untuk menumpas kejahatan bersandi Operasi Celurit di Jakarta dan sekitarnya. Operasi Celurit itu selanjutnya diikuti oleh Polri/ABRI di masing-masing kota serta provinsi lainnya. Para korban Operasi Celurit pun mulai beriatuhan.

C.  Operasi di Yogyakarta
Selama sebulan OPK di Yogyakarta, paling tidak enam tokoh peniahat tewas terbunuh. Para korban OPK yang ditemukan tewas itu rata-rata dengan luka tembak mematikan di kepala dan lehernva. Dua di antara korban OPK yang berhasil diidentifikasi adalah mavat Budi alias Tentrem (29) dan Samudi Blekok alias Black Sam (28). Mayat Budi yang dulu ditakuti dan dikenal lewat geng Mawar Ireng-nya ditemukan dalam parit di tepi jalan di daerah Bantul, Selatan Yogyakarta, tepat pada awal tahun 1985. Sedangkan mayat Black Sam diketemukan tergeletak di semak belukar di kawasan Kotagede yang tidak jauh dari pusat kota Yogyakarta. Dari cara membuang mayatnya, jelas ada semacam pesan yang ditujukan kepada para bromocorah di Yogyakarta, agar segera menyerahkan diri atau menemui ajal seperti rekan-rekannya. Selama OPK paling tidak ada 60 bromocorah Yogyakarta yang menjadi korban Petrus. Sebagian besar tewas tertembak dan beberapa di antaranya terbunuh oleh senjata tajam. Sejumlah korban bahkan diumumkan oleh aparat keamanan tewas akibat keroyokan massa. Salah satu korban yang diklaim aparat keamanan tewas akibat keroyokan massa adalah bromocorah bernama Ismoyo.
Selama hidupnya Ismoyo dikenal sebagai gali elit karena lulusan Fakultas Sosial Politik UGM dan berstatus PNS. Sebagai ketua kelompok preman yang sering memalak angkutan kota di daerah kekuasaannya, gali elite itu kemudian diambil oleh aparat keamanan untuk diinterogasi. Namun, menurut versi aparat, Ismoyo mencoba lari dan kemudian tewas dikeroyok massa. Modus menyuruh bromocorah lari lalu diteriaki maling atau kemudian malah dihujani tembakan merupakan cara standar bagi tim OPK untuk menuntaskan tugas membereskan buruannya. Cara lain untuk memberikan shock therapy kepada kaum bromocorah adalah dengan menembak korbannya puluhan kali. Cara ini diterapkan tim OPK saat menghabisi pentolan gali Yogyakarta, Slamet Gaplek. Berdasar informasi, Slamet konon kebal peluru. Slamet Gaplek sempat mencoba melarikan diri dengan cara mematahkan borgol namun akhirnya tersungkur setelah diterjang lebih dari 20 peluru di tubuhnya. Korban yang tewas dengan cara mengenaskan itu kemudian dibuang di tempat yang mudah ditemukan sehingga esoknya langsung menjadi berita besar di surat kabar sehinga efek shock therapy-nya bisa berpengaruh secara maksimal.

D. OPK di Semarang
Operasi Pemberantasan Kejahatan yang berlangsung di Semarang (1983) bisa menunjukkan bahwa para preman yang dahulu pernah diorganisir untuk kepentingan politik, seperti sebagai pendukung partai politik tertentu, ternyata tetap menjadi sasaran Petrus ketika dianggap sudah tak berguna. Sebagai salah satu contoh adalah tokoh preman bernama Bathi Mulyono. Di dunia hitam mantan preman yang pernah malang-melintang di Semarang ini sudah sangat terkenal sehinga saat keluar dari penjara, Bathi langsung menduduki jabatan ketua Yayasan Fajar Menyingsing. Yayasan Fajar Menyingsing secara politik cukup berpengaruh dan di-beking oleh para petinggi Jawa Tengah waktu itu seperti Gubernur Supardjo Rustam, Ketua DPRD Jawa Tengah Widarto dan pengusaha Soetikno Widjoyo. Berkat restu para elite penguasa daerah itu Bathi bisa menjalankan bisnisnya secara lancar mulai dari jasa broker keamanan hingga menguasai lahan parkir di wilayah Jawa Tengah.
Hubungan yang dibangun antara elite dengan para preman pun bergerak’lebih jauh dan tidak hanya sekadar relasi bisnis belaka Para elite politik mulai menggunakan para preman yang sudah terbiasa berkecimpung di dunia kekerasan itu. Para preman dari Fajar Menyingsing pun mulai digunakan sebagai kelompok-kelompok milisi yang diberdayakan pada saat musim kampanye pemilu tiba. Partai Golongan Karya (Golkar) sebagai generator politik Orde Baru banyak menggunakan jasa para preman untuk menggalang massa dan mengamankan jalannya kampanye. Peran Bathi dan kawan-kawannya sebagai salah satu kelompok massa yang digunakan oleh Golkar adalah dalam kampanye Pemilu yang berlangsung pada tahun 1982. Tugas Bathi dan rekannya adalah memprovokasi massa Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang sedang berkampanye di Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, agar muncul kerusuhan. Insiden kekerasan pun pecah dan sejumlah korban jatuh. Beberapa orang yang dianggap sebagai perusuh ditangkap tapi Bathi dan sejumlah rekannya lolos. Insiden itu bahkan membuat Presiden Soeharto marah dan menyalahkan petinggi Badan Koordinasi Intelijen Negara (Bakin) waktu itu, All Moertopo.
Berkat perlindungan para elite politik Bathi merasa aman, bahkan ketika OPK mulai berlangsung di kota Semarang. Namun rasa aman Bathi mulai memudar ketika OPK yang digelar di Semarang ternyata menyasar pada rekan-rekan dekatnya sebagai pengurus Yayasan Fajar Menyingsing. Rekan-rekan Bathi yang kemudian hilang secara misterius dan diyakini sebagai korban Petrus antara lain Edy Menpor dan Agus TGW. Rasa aman Bathi benar-benar buyar pada suatu malam di bulan Juli 1983, ketika sedang mengemudikan mobilnya melintas di Jalan Kawi, Semarang, tiba-tiba dua motor menyalip sambil melepaskan tembakan. Dua peluru yang berhasil menembus mobil ternyata tak mengenai tubuh Bathi. Sadar bahwa dirinya telah menjadi target OPK, Bathi segera tancap gas melarikan diri dan kemudian bersembunyi di Gunung Lawu. Bathi baru berani turun gunung setelah OPK mereda. Bathi menjadi salah satu target OPK yang masih hidup hingga kini.
Selama dalam pelariannya Bathi bahkan mengalami kejadian konyol yang berkaitan erat dengan OPK. Suatu kali Bathi menyetop kendaraan pick up terbuka dan kemudian duduk di antara sejumlah karung yang tergeletak di lantai bak mobil. Sejumlah orang tampak duduk di belakang dan dalam kondisi diam. Secara tak sengaja Bathi sempat menduduki salah satu karung dan kemudian kaget setengah mati karena mendengar suara mengaduh dari dalam karung itu. Bathi mulai berpikir tentang suara mengaduh dari dalam karung dan yakin bahwa mobil pick up sedang membawa korban yang menjadi target OPK. Bathi merasa mujur karena orangorang yang berada di dalam pick up tak mengenali dirinya. Sebelum jati dirinya terungkap, Bathi minta turun dan kemudian menghilang ke dalam hutan sambil sesekali melihat pergerakan mobil pick up tersebut. Tak lama kemudian Bathi mendengar serentetan ternbakan dan yakin para eksekutor tengah menghabisi korbannya.

E. Jakarta dan kota lainnya
Korban OPK di kota Jakarta tak kalah banyak karena mayatmayat korban pembunuhan yang ditemukan di berbagai tempat terus saja menjadi berita suratsurat kabar dan buah bibir warga Ibukota. Mayat yang tewas dalam kondisi kepala atau dada ditembus peluru itu memiliki tanda khusus berupa sejumlah tato di tubuhnya. Ciri khas mayat yang ditemukan di Jakarta adalah mengambang di dalam karung yang hanyut di sungai dan saat dibuka korbannya pasti terikat tangannya serta memiliki tato di tubuhnya. Penemuan mayat korban OPK juga terjadi di kota-kota besar lainnya dan fakta ini menunjukkan bahwa OPK memang dilancarkan secara nasional. Dilihat dari para korban OPK yang ata, bisa dikatakan Operasi Celurit untuk menumpas angka kejahatan cukup berhasil.
Dari segi jumlah, Operasi Celurit yang notabene merupakan aksi Petrus itu, pada tahun 1983 berhasil menumbangkan 532 orang yang dituduh sebagai pelaku kriminal. Dari semua korban yang terbunuh, 367 orang di antaranya tewas akibat luka tembakan. Tahun 1984 korban OPK yang tewas sebanyak 107 orang, tapi hanya 15 orang yang tewas oleh tembakan. Sementara tahun 1985, tercatat 74 korban OPK tewas dan 28 di antaranya tewas karena tembakan. Secara umum para korban Petrus saat ditemukan dalam kondisi tangan dan leher terikat. Kebanyakan korban dimasukkan ke dalam karung dan ditinggal di tepi jalan, di depan rumah, dibuang ke sungai, hut, hutan, dan kebun. Yang pasti pelaku Petrus terkesan tidak mau bersusah-susah membuang korbannya karena bila mudah ditemukan efek shock therapy yang disampaikan akan lebih efektif. Sedangkan pola pengambilan para korban kebanyakan diculik oleh orang tak dikenal atau dijemput aparat keamanan. Akibat berita yang demikian gencar mengenai OPK yang berhasil membereskan ratusan penjahat, para petinggi negara pun akhirnya berkomentar.Kendati sejumlah petingi negara telah melontarkan pendapatnya, toh Petrus yang beraksi secara rahasia itu tetap tidak tersibak misterinya.
Ketika pada 3 Mei 1983 di Jalan Sunan Kalijaga, Kebayoran Baru, Jakarta, terdengar letusan pistol pertama disusul tumbangnya dua penjahat Sulisno (23) dan Baginda Siregar (26) lalu disusul tewasnya Solichin di daerah Ciputat akibat tembakan orang tak dikenal, berita yang esoknya terpapar di surat kabar belum begitu mengejutkan massa. Tapi ketika berita serupa hampir tiap hari muncul di seantero Jakarta dan massa mulai membicarakan masalah penembakan misterius, Benny Moerdani sebagai Panglima Kopkamtib seusai menghadap Presiden Soeharto lalu memberi pernyataan kepada pers bahwa penembakan gelap yang terjadi mungkin timbul akibat perkelahiaan antar geng bandit. “Seiauh ini belum pernah ada perintah tembak di tempat bagi peniahat yang ditangkap” komentar Benny. Dan tak ada seorang pun wartawan yang saat itu berani melaniutkan pertanyaan kepada jenderal yang dikenal sangat tegas dan garang itu.
Kepala Bakin saat itu, Yoga Soegama juga memberikan pernyataan yang bernada enteng bahwa masyarakat tak perlu mempersoalkan para penjahat yang mati secara misterius. Tapi pernyataan yang dilontarkan man-tan Wapres H. Adam Malik justru bertolak belakang sehingga membuat kasus penembakan misterius tetap merupakan peristiwa serius dan harus diperhatikan oleh pemerintah RI yang selalu menjunjung tinggi hukum. “Jangan mentangmentang penjahat dekil langsung ditembak, bila perlu diadili hari ini langsung besoknya dieksekusi mati. Jadi syarat sebagai negara hukum sudah terpenuhi,” kecam Adam Malik sambil menekankan, “Setiap usaha yang bertentangan dengan hukum akan membawa negara ini pada kehancuran.”
Tindakan tegas OPK pada akhirnya memang menyulut pro dan kontra. Pendapat yang pro, OPK pantas diterapkan kepada target yang memang jelas-jelas penjahat. Sebaliknya pendapat yang kontra menyatakan keberatannya jika sasaran OPK hanya penjahatkelas ten atau mereka yang hanya memiliki tato tapi bukan penjahat beneran. Pendapat atau komentar yang cukup kontroversial adalah yang dikemukakan oleh Menteri Luar Negeri Belanda, Hans van den Broek, yang secara kebetulan sedang berkunjung ke Jakarta pada awal Januari tahun 1984. Setelah bertemu dengan Menlu Mochtar Kusumaatmadja, Broek secara mengejutkan berharap bahwa pembunuhan yang telah mejnakan korban jiwa sebanyak 3.000 orang itu pada waktu mendatang diakhiri dan Indonesia juga diharapkan dapat melaksanakan konstitusi dengan tertib hukum. Menlu Mochtar sendiri menjawab bahwa peristiwa pembunuhan misterius itu terjadi akibat meningkatnya angka kejahatan yang mendekati tingkat terorisme sehingga masyarakat merasa tidak aman dan main hakim sendiri.
Atas pernyataan Menlu Belanda itu, Benny yang merasa kebakaran jenggot sekali lagi harus tampil untuk meluruskan tuduhan tadi. Ia kembali menegaskan bahwa pembunuhan yang terjadi karena perkelahian antar geng. “Ada orang-orang yang mati dengan luka peluru, tetapi itu akibat melawan petugas. Yang berbuat itu bukan pemerintah. Pembunuhan itu bukan kebijaksanaan pemerintah,” tegasnya. Namun persoalan penembakan itu akhirnya tidak lagi misterius meskipun para pelakunya hingga saat ini tetap misterius dan tidak terungkap. Beberapa tahun kemudian Presiden Soeharto justru memberikan uraian tentang latar belakang permasalahannya.
Tindakan keamanan tersebut memang terpaksa dilakukan sesudah aksi kejahatan yang terjadi di kota-kota besar Indonesia semakin brutal dan makin meluas. Seperti tertulis dalam bukunya Benny Moerdani hal 512-513 Pak Harto berujar : “Dengan sendirinya kita harus mengadakan treatment therapy, tindakan yang tegas. Tindakan tegas bagaimana? Ya harus dengan kekerasan. Tetapi kekerasan itu bukan lantas dengan tembakan, dor-dor! Begitu saja. Bukan! Tetapi yang melawan, ya mau tidak mau harus ditembak. Karena melawan, maka mereka ditembak. Lalu ada yang mayatnya ditinggalkan begitu saja. Itu untuk shock therapy, terapi goncangan. Supaya orang banyak mengerti bahwa terhadap perbuatan jahat masih ada yang bisa bertindak dan mengatasinya. Tindakan itu dilakukan supaya bisa menumpas semua kejahatan yang sudah melampui batas perikemanusiaan. Maka kemudian redalah kejahatan-kejahatan yang menjijikkan itu”.

CARA PENEGAKAN HUKUM & PEMBERANTASAN KKN DI ERA REFORMASI

CARA PENEGAKAN HUKUM
 DI ERA REFORMASI

                Menurut saya, cara penegakan hukum di era reformasi yaitu mulai dari masa pemerintahan B.J. Habibie, K.H Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarno Putri, hingga Susilo Bambang Yudhoyono, belum berjalan dengan baik atau bisa dikatakan cara penegakan hukum dari masa kemasa sama saja tidak ada perubahan yang berarti, entah hal itu diakibatkan oleh ketidakadilan para penegak hukum itu sendiri atau memang Negara kita yang tidak bisa adil.
Penegakan hukum hanya bisa ditegakkan kepada orang-orang bawah (miskin) sedangkan penegakan hukum tidak berlaku bagi kalangan yang berduit, contohnya saja Gayus Tambunan yang mempunyai banyak uang, bisa melakukan apapun yang dia mau termasuk keluar-masuk penjara dengan bebasnya, sedangkan anak-anak yang masih dibawah umur yang hanya mencuri sepasang sandal jepit ditangkap dan dijebloskan ke penjara. Dan masih banyak diluar sana para koruptor yang dengan wajah bahagianya membelanjakan uang Negara dengan rasa tidak bersalah.
Bagaimana hukum ingin ditegakkan kalau aparat sendiri yang terlibat didalamnya.



PEMBERANTASAN KKN DI ERA REFORMASI
Menurut saya, di era reformasi sekarang ini pemberantasan KKN masih sangat minim, para pelaku KKN masih banyak yang tidak dapat dijerat hukum sehingga itu menimbulkan rasa ketidakadilan bagi seluruh masyarakat, apalagi kalangan bawah. KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme) hingga sekarang ini masih kokoh mengakar pada Negara kita dan mungkin telah menjadi budaya baru bagi bangsa Indonesia. Saya sangat prihatin terhadap Negara Indonesia, karena sebagaimana kita ketahui, penduduk Negara Indonesia adalah mayoritas Islam, akan tetapi mempunyai budaya yang sangat jelek hingga Negara Indonesia sekarang ini tercatat sebagai Negara Tertinggi ke 5 didunia dan dan tertinggi pertama di Asia Tenggara yang mempunyai masalah tentang Korupsi.

Bahkan berdasarkan data yang saya dpatkan dari internet, sekarang telah terbentuk Undang-undang baru,dan jug dilakukan pembaharuan atas Undang-Undang Pemberantasan Korupsi Nomor 3 Tahun 1971. Undang-Undang baru yang dibentuk adalah Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dari KKN yang disahkan tanggal 18 Mei 1999. Undang-Undang ini antara lain menentukan pula kewajiban setiap penyelenggara negara untuk (1) mengucapkan sumpah atau janji sesuai dengan agamanya sebelum memangku jabatannya; (2) bersedia diperiksa kekayaannya sebelum, selama, dan setelah menjabat; (3) melaporkan dan mengumumkan kekayaannya sebelum dan setelah menjabat; (4) tidak melakukan KKN; (5) melaksanakan tugas tanpa membeda-bedakan suku, agama. Akan tetapi, menurut saya meskipun setiap penyelenggara Negara telah melakukan sumpah sesuai keyakinannya, itu tidak akan menjamin bahwa ia tidak akan melakukan KKN, siapa sih yang tidak mau uang banyak?

MAKALAH PERS

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Media memiliki peranan penting sebagai katalisator dalam masyarakat (Lasswell, 1934), bahkan teoretisi Marxis melihatmedia massa sebagai piranti yang sangat kuat (a powerfull tool). Namun seiring dengan semakin beragamnya media dan semakin berkembangnya masyarakat, kebenaran teori-teori tersebut menjadi diragukan.
Pers No. 40 Tahun 1999 dan UU Penyiaran No. 32 Tahun 2002 kemudian ditetapkan untuk menjamin kebebasan dan independensi media massa. Media massa yang terjamin kebebasan dan independensinya pada gilirannya menguntungkan semuanya, baik negara maupun masyarakat. Walaupun seringkali dianggap merugikan kepentingan-kepentingan politik tertentu.
Media massa dipandang punya kedudukan strategis dalam masyarakat. Secara konseptual, keberadaan media massa dan masyarakat perlu dilihat secara bertimbal balik. Untuk itu ada 2 pandangan yaitu apakah media massa membentuk (moulder) atau mempengaruhi masyarakat, ataukah sebaliknya sebagai cermin (mirror) atau dipengaruhi oleh realitas masyarakat.
Albert Camus, novelis terkenal dari Perancis pernah mengatakan bahwa pers bebas dapat baik dan dapat buruk, namun tanpa pers bebas, yang ada hanya celaka. Oleh karena salah satu fungsinya ialah melakukan kontrol sosial, pers melakukan kritik dan koreksi terhadap segala sesuatu yang menrutnya tidak beres dalam segala persoalan. Karena itu, ada anggapan bahwa pers lebih suka memberitakan hah-hal yang salah daripada yang benar. Pandangan seperti itu sesungguhnya melihat peran dan fungsi pers tidak secara komprehensif, melainkan parsial dan ketinggalan jaman.Karena kenyataannya, pers sekarang juga memberitakan keberhasilan seseorang, lembaga pemerintahan atau perusahaan yang meraih kesuksesan serta perjuangan mereka untuk tetap hidup di tengah berbagai kesulitan.
Berdasarkan uraian diataslah penulis menyusun karya tulis ini agar pembaca lebih memahami arti dan peranan pers itu.

1.2 Rumusan Masalah

a.       Apa itu pengertian pers ?
b.      Apakah peran dan fungsi pers itu ?
c.       Bagaimana peran pers dari kemerdekaan sampai sekarang ?

1.3 Tujuan Penulisan

            Penulis membuat karya ilmiah ini dengan tujuan untuk :
1.      Memberi tahukan kepada pembaca mengenai pers dan memaparkan fungsi serta peranan pers dari masa kemerdekaan hingga sekarang ini.
2.      Dapat mengajak pembaca untuk lebih memahami pers itu sendiri dan mampu menilai bagaimana perananan pers dari kemerdekaan hingga sekarang.
3.      Untuk melengkapi tugas mata pelajaran sejarah.




BAB II

PEMBAHASAN


A.    PENGERTIAN PERS
Istilah “pers” berasal dari bahasa Belanda, yang dalam bahasa Inggris berarti press. Secara harfiah pers berarti cetak dan secara maknawiah berarti penyiaran secara tercetak atau publikasi secara dicetak (printed publication).
Dalam perkembangannya pers mempunyai dua pengertian, yakni pers dalam pengertian luas dan pers dalam pengertian sempit. Dalam pengertian luas, pers mencakup semua media komunikasi massa, seperti radio, televisi, dan film yang berfungsi memancarkan/ menyebarkan informasi, berita, gagasan, pikiran, atau perasaan seseorang atau sekelompok orang kepada orang lain. Maka dikenal adanya istilah jurnalistik radio, jurnalistik televisi, jurnalistik pers. Dalam pengertian sempit, pers hanya digolongkan produk-produk penerbitan yang melewati proses percetakan, seperti surat kabar harian, majalah mingguan, majalah tengah bulanan dan sebagainya yang dikenal sebagai media cetak.
B.     PERAN DAN FUNGSI PERS
Fungsi dan peranan pers Berdasarkan ketentuan pasal 33 UU No. 40 tahun 1999 tentang pers, fungi pers ialah sebagai media informasi, pendidikan, hiburan dan kontrol sosial. Sementara Pasal 6 UU Pers menegaskan bahwa pers nasional melaksanakan peranan sebagai berikut: memenuhi hak masyarakat untuk mengetahuimenegakkkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum dan hak asasi manusia, serta menghormati kebhinekaanmengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat, dan benarmelakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umummemperjuangkan keadilan dan kebenaran.
Berdasarkan fungsi dan peranan pers yang demikian, lembaga pers sering disebut sebagai pilar keempat demokrasi ( the fourth estate) setelah lembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif , serta pembentuk opini publik yang paling potensial dan efektif. Fungsi peranan pers itu baru dapat dijalankan secra optimal apabila terdapat jaminan kebebasan pers dari pemerintah. Menurut tokoh pers, jakob oetama, kebebasan pers menjadi syarat mutlak agar pers secara optimal dapat melakukan pernannya. Sulit dibayangkan bagaiman peranan pers tersebut dapat dijalankan apabila tidak ada jaminan terhadap kebebasan pers. Pemerintah orde baru di Indonesia sebagai rezim pemerintahn yang sangat membatasi kebebasan pers . ha l ini terlihat, dengan keluarnya Peraturna Menteri Penerangan No. 1 tahun 1984 tentang Surat Izn Usaha penerbitan Pers (SIUPP), yang dalam praktiknya ternyata menjadi senjata ampuh untuk mengontrol isi redaksional pers dan pembredelan.



C.     PERANAN MEDIA/PERS DARI KEMERDEKAAN SAMPAI SEKARANG
A.      Masa Penjajahan Belanda
Pada tahun 1615 atas perintah Jan Pieterzoon Coen, yang kemudian pada tahun 1619 menjadi Gubernur Jenderal VOC, diterbitkan “Memories der Nouvelles”, yang ditulis dengan tangan. Dengan demikian, dapatlah dikatakan bahwa “surat kabar” pertama di Indonesia ialah suatu penerbitan pemerintah VOC. Pada Maret 1688, tiba mesin cetak pertama di Indonesia dari negeri Belanda. Atas intruksi pemerintah, diterbitkan surat kabar tercetak pertama dan dalam nomor perkenalannya dimuat ketentuan-ketentuan perjanjian antara Belanda dengan Sultan Makassar. Setelah surat kabar pertama kemudian terbitlah surat kabar yang diusahakan oleh pemilik percetakan-percetakan di beberapa tempat di Jawa. Surat kabar tersebut lebih berbentuk koran iklan.
Tujuan pendirian pers masa itu :
·         Untuk menegakkan penjajahan
·         Menentang pergerakan rakyat
·         Melancarkan perdagangan

B.   Masa Pendudukan Jepang
Pada masa ini, surat kabar-surat kabar Indonesia yang semula berusaha dan berdiri sendiri dipaksa bergabung menjadi satu, dan segala bidang usahanya disesuaikan dengan rencana-rencana serta tujuan-tujuan tentara Jepang untuk memenangkan apa yang mereka namakan “Dai Toa Senso” atau Perang Asia Timur Raya. Dengan demikian, di zaman pendudukan Jepang pers merupakan alat Jepang. Kabar-kabar dan karangan-karangan yang dimuat hanyalah pro-Jepang semata.
C.    Awal Kemerdekaan (1942-1945)
Pers di awal kemerdekaan dimulai pada saat jaman jepang. Dengan munculnya ide bahwa beberapa surat kabar sunda bersatu untuk menerbitkan surat kabar baru Tjahaja (Otista), beberapa surat kabar di Sumatera dimatikan dan dibuat di Padang Nippo (melayu), dan Sumatera Shimbun (Jepang-Kanji). Dalam kegiatan penting mengenai kenegaraan dan kebangsaan Indonesia, sejak persiapan sampai pencetusan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, sejumlah wartawan pejuang dan pejuang wartawan turut aktif terlibat di dalamnya. Di samping Soekarno, dan Hatta, tercatat antara lain Sukardjo Wirjopranoto, Iwa Kusumasumantri, Ki Hajar Dewantara, Otto Iskandar Dinata, G.S.S Ratulangi, Adam Malik, BM Diah, Sjuti Melik, Sutan Sjahrir, dan lain-lain.
Penyebarluasan tentang Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia dilakukan oleh wartawan-wartawan Indonesia di Domei, di bawah pimpinan Adam Malik. Berkat usaha wartawan-wartawan di Domei serta penyiar-penyiar di radio, maka praktisi pada bulan September 19945 seluruh wilayah Indonesia dan dunia luar dapat mengetahui tentang Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia.
RRI (Radio Republik Indonesia) terbentuk pada tanggal 11 September 1945 atas prakasa Maladi. Dalam usahanya itu Maladi mendapat bantuan dari rekan-rekan wartawan lainnya, seperti Jusuf Ronodipuro, Alamsjah, Kadarusman, dan Surjodipuro. Pada saat berdirinya, RRI langsung memiliki delapan cabang pertamanya, yaitu di Jakarta, Bandung, Purwokerto, Yogyakarta, Surakarta, dan Surabaya.
D.    Setelah Indonesia Merdeka (1945-1959)
  1. Setelah Proklamasi Kemerdekaan RI
Pada masa ini, pers sering disebut sebagai pers perjuangan. Pers Indonesia menjadi salah satu alat perjuangan untuk kemerdekaan bangsa Indonesia sekaligus penggerak pembangunan bangsa. Beberapa hari setelah teks proklamasi dibacakan Bung Karno, terjadi perebutan kekuasaan dalam berbagai bidang kehidupan masyarakat, termasuk pers. Hal yang diperebutkan terutama adalah peralatan percetakan.
Setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, di Sumatera dan sekitarnya, usaha penyebarluasan berita dilakukan mula-mula berupa pamflet-pamflet, stensilan, sampai akhirnya dicetak, dan disebar ke daerah-daerah yang terpencil. Di Sulawesi dan sekitarnya, kalangan pers selalu mendapat tekanan-tekanan, seperti yang dialami Manai Sophiaan yang mendirikan surat kabar Soeara Indonesia di Ujung Pandang.
Pada bulan September-Desember 1945, kondisi pers RI semakin kuat, yang ditandai oleh mulai beredarnya koranSoeara Merdeka(Bandung),Berita Indonesia (Jakarta), Merdeka, Independent, Indonesian News Bulletin, Warta Indonesia,da nThe Voice of Free Indonesia.
Kalangan pers membutuhkan wadah guna mempersatukan pendapat dan aspirasi mereka. Hal tersebut terwujud pada tanggal 8-9 Februari 1946, dengan terbentuknya Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) di Solo atau Surakarta.
  1. Setelah Agresi Militer
Setelah agresi militer Belanda 1 pada tanggal 21 Juli 1947, keadaan pers republik bertambah berat dan sulit. Kegiatan penerbitan dan penyiaran waktu itu mengalami pengekangan dan penekanan yang berat, karena pihak penguasa Belanda bisa secara tiba-tiba langsung menyerbu ke kantor redaksi atau percetakan surat kabat yang bersangkutan, sekaligus menangkap pemimpin redaksi maupun wartawan surat kabar tersebut.
Keadaan Republik Indonesia bertambah suram lagi sewaktu pada tanggal 19 Desember 1948 karena pada masa ini jumlah wartawan sedikit, umumnya para wartawan tersebut ditangkap dan dipenjarakan sebagai tahanan politik. Para wartawan yang berhasil lolos ada yang keluar kota dan ada juga yang ikut bergerilya bersama TNI di pedalaman dan di desa-desa terpencil. Meski begitu, mereka tetap mengusahakan penerbitan berupa stensilan.

E.   Tahun 1950± 1960-an
Masa ini merupakan masa pemerintahan parlementer atau masa demokrasi liberal. Pada masa demokrasi liberal, banyak didirikan partai politik dalam rangka memperkuat sistem pemerintah parlementer. Pers, pada masa itu merupakan alat propaganda dari Par-Pol. Beberapa partai politik memiliki media/koran sebagai corong partainya. Pada masa itu, pers dikenal sebagai pers partisipan.
F.    Tahun 1970 -an
Orde baru mulai berkuasa pada awal tahun 1970-an. Pada masa itu, pers mengalami depolitisasi dan komersialisasi pers. Pada tahun 1973, Pemerintah Orde Baru mengeluarkan peraturan yang memaksa penggabungan partai-partai politik menjadi tiga partai, yaitu Golkar, PDI, danPP P. Peraturan tersebut menghentikan hubungan partai-partai politik dan organisasi massa terhadap pers sehingga pers tidak lagi mendapat dana dari partai politik.
G.  Tahun 1980 -an
Pada tahun 1980-an banyak Media Massa Cetak yang menyesuaikan kebijakannya pada sistem politik yang berlaku (Hermawan Sulistyo, dalam Maswadi Rauf 1993). Surat kabar bukan hanya dipahami sebagai saluran kegiatan politik, namun juga sebagai saluran kegiatan ekonomi, budaya, sosial, dan sebagainya. Ukuran ekonomi tampak dari penerbitan pers yang melihat hal ini sebagai lapangan bisnis.
Pada tahun 1982, Departemen Penerangan mengeluarkan Peraturan Menteri Penerangan No. 1 Tahun 1984 tentang Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP). Dengan adanya SIUPP, sebuah penerbitan pers yang izin penerbitannya dicabut oleh Departemen Penerangan akan langsung ditutup oleh pemerintah. Oleh karena itu, pers sangat mudah ditutup dan dibekukan kegiatannya. Pers yang mengkritik pembangunan dianggap sebagai pers yang berani melawan pemerintah. Pers seperti ini dapat ditutup dengan cara dicabut SIUPP-nya.
Maksudnya, pada tahun 1990-an sebelum gerakan reformasi dan jatuhnya Soeharto, pers di Indonesia mulai menentang pemerinah dengan memuat artikel- artikel yang kritis terhadap tokoh dan kebijakan Orde Baru. Pada tahun 1994, ada tiga majalah mingguan yang ditutup, yaitu Tempo,DeT IK, dan Editor.
H.  Masa Reformasi (1998/1999) ± sekarang
Tumbuhnya pers pada masa reformasi merupakan hal yang menguntungkan bagi masyarakat. Kehadiran pers saat ini dianggap sudah mampu mengisi kekosongan ruang publik yang menjadi celah antara penguasa dan rakyat. Dalam kerangka ini, pers telah memainkan peran sentral dengan memasok dan menyebarluaskan informasi yang diperluaskan untuk penentuan sikap, dan memfasilitasi pembentukan opini publik dalam rangka mencapai konsensus bersama atau mengontrol kekuasaan penyelenggara negara.
Peran inilah yang selama ini telah dimainkan dengan baik oleh pers Indonesia. Setidaknya, antusias responden terhadap peran pers dalam mendorong pembentukan opini publik yang berkaitan dengan persoalan-persoalan bangsa selama ini mencerminkan keberhasilan tersebut.
Pada masa reformasi, pers Indonesia menikmati kebebasan pers. Pada masa ini terbentuk UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Era reformasi ditandai dengan terbukanya keran kebebasan informasi. Di dunia pers, kebebasan itu ditunjukkan dengan dipermudahnya pengurusan SIUPP. Sebelum tahun 1998, proses untuk memperoleh SIUPP melibatkan 16 tahap, tetapi dengan instalasi Kabinet BJ.
Habibie proses tersebut melibatkan 3 tahap saja. Berdasarkan perkembangan pers tersebut, dapat diketahui bahwa pers di Indonesia senantiasa berkembang dan berubah sejalan dengan tuntutan perkembangan zaman.
Pers di Indonesia telah mengalami beberapa perubahan identitas. Adapun perubahan- perubahan tersebut adalah :
·         Tahun 1945-an, pers di Indonesia dimulai sebagai pers perjuangan.
·         Tahun 1950-an dan tahun 1960-an menjadi pers partisan yang mempunyai tujuan
·         sama dengan partai-partai politik yang mendanainya.
·         Tahun 1970-an dan tahun 1980-an menjadi periode pers komersial, dengan
·         pencarian dana masyarakat serta jumlah pembaca yang tinggi.
·         Awal tahun 1990-an, pers memulai proses repolitisasi.
·         Awal reformasi 1999, lahir pers bebas di bawah kebijakan pemerintahan BJ.
·         Habibie, yang kemudian diteruskan pemerintahan Abdurrahman Wahid dan
·         Megawati Soekarnoputri, hingga sekarang ini.





BAB III

PENUTUP


3.1             SIMPULAN


Pers memiliki peranan yang sangat penting untuk bangsa ini mulai dari zaman kemerdekaan hingga saat ini, itu disebabkan  karena antara pemerintah dan warga negara memerlukan komunikasi dan media yang dapat menghubungkan keduanya. Apalagi saat ini perkembangan pers di Indonesia sudah maju dengan pesat. Dengan adanya berita melalui koran, tabloid, majalah, radio, televisi, dan internet, masyarakat dapat dengan cepat mengetahui suatu kebijakan pemerintah. Penyajian berita atau kejadian melalui pers dapat diketahui masyarakat dengan cepat, akurat, dan efektif.
Tanpa adanya pers bisa-bisa kita akan menjadi bangsa yang terbelakang karena media sangatlah dibutuhkan. Dapat disimpulkan bahwa fungsi & peranan pers di Indonesia antara lain:
1. media untuk menyatakan pendapat dan gagasan-gagasannya.
2. media perantara bagi pemerintah dan masyarakat.
3. penyampai informasi kepada masyarakat luas.
4. penyaluran opini publik.

3.2   SARAN

                Setelah mengetahui arti dan peranan pers di Indonesia, penulis mengharapkan bahwa hendaknya kita sebagai bangsa Indonesia meyakini bahwa keberadaan pers sangat dibutuhkan dalam memperoleh suatu informasi, akan tetapi kita juga harus lebih pandai dalam memilah informasi yang disampaikan oleh media.